Upaya
menambah luasan lahan pertanian sebagai solusi peningkatan ketahanan pangan
masih menemui banyak kendala. Maka, teknologi aquaponik menjadi salah satu
solusi yang potensial untuk dikembangkan, terutama di kawasan perkotaan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta menganggap perlu dilakukan perubahan
strategi dalam penyediaan pangan. Salah satu strategi yang ditawarkan
Balai ini demi mendukung perubahan tersebut adalah melalui sistem budidaya
tanaman yang dipadukan dengan budidaya ikan atau disebut “aquaponik”. Pada
sistem ini, dengan luasan lahan yang sama maka akan dapat dihasilkan dua
komoditas sekaligus, yakni sayuran dan ikan. Budidaya sayuran, secara langsung
akan didukung oleh sistem di bawahnya (ikan) yang menghasilkan sisa pakan dan
kotoran yang mengandung hara konsentrasi tinggi yang dapat dimanfaatkan oleh
tanaman di atasnya. Sementara itu, media tanaman dan tanaman yang berada
di atasnya akan menyaring air dan mempertahankan kualitas air yang berada di
bawahnya. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas air kolam akan tetap
baik, bebas dari sisa pakan dan kotoran ikan, sehingga akan mendorong
pertumbuhan ikan menjadi baik.
Pada
dasarnya, aquaponik adalah sistem produksi pangan berkelanjutan yang
menggabungkan budidaya tradisional (membesarkan hewan air seperti lobster,
ikan, atau udang dalam bak atau kolam) dengan hidroponik (budidaya tanaman
dalam air) di dalam lingkungan simbiosis. Dalam budidaya hewan air, limbah
menumpuk di dalam air, sehingga bersifat toksik bagi ikan. Limbah kaya
hara tersebut selanjutnya disirkulasi menuju subsistem hidroponik yang ditanami
berbagai jenis tanaman. Setelah itu, air menjadi bersih dan kaya oksigen yang diresirkulasi
kembali ke dalam kolam.
Aquaponik
terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian akuatik (air) untuk pemeliharaan
hewan air dan bagian hidroponik untuk menumbuhkan tanaman.