Alat Peraga Untuk Solusi Masalah Petani di Dusun Malangrejo, Kalasan
Selasa, 14 Oktober 2014
Kamis, 18 September 2014
Teknologi Aquaponik di Lahan Sempit
Upaya
menambah luasan lahan pertanian sebagai solusi peningkatan ketahanan pangan
masih menemui banyak kendala. Maka, teknologi aquaponik menjadi salah satu
solusi yang potensial untuk dikembangkan, terutama di kawasan perkotaan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta menganggap perlu dilakukan perubahan
strategi dalam penyediaan pangan. Salah satu strategi yang ditawarkan
Balai ini demi mendukung perubahan tersebut adalah melalui sistem budidaya
tanaman yang dipadukan dengan budidaya ikan atau disebut “aquaponik”. Pada
sistem ini, dengan luasan lahan yang sama maka akan dapat dihasilkan dua
komoditas sekaligus, yakni sayuran dan ikan. Budidaya sayuran, secara langsung
akan didukung oleh sistem di bawahnya (ikan) yang menghasilkan sisa pakan dan
kotoran yang mengandung hara konsentrasi tinggi yang dapat dimanfaatkan oleh
tanaman di atasnya. Sementara itu, media tanaman dan tanaman yang berada
di atasnya akan menyaring air dan mempertahankan kualitas air yang berada di
bawahnya. Kondisi tersebut menyebabkan kualitas air kolam akan tetap
baik, bebas dari sisa pakan dan kotoran ikan, sehingga akan mendorong
pertumbuhan ikan menjadi baik.
Pada
dasarnya, aquaponik adalah sistem produksi pangan berkelanjutan yang
menggabungkan budidaya tradisional (membesarkan hewan air seperti lobster,
ikan, atau udang dalam bak atau kolam) dengan hidroponik (budidaya tanaman
dalam air) di dalam lingkungan simbiosis. Dalam budidaya hewan air, limbah
menumpuk di dalam air, sehingga bersifat toksik bagi ikan. Limbah kaya
hara tersebut selanjutnya disirkulasi menuju subsistem hidroponik yang ditanami
berbagai jenis tanaman. Setelah itu, air menjadi bersih dan kaya oksigen yang diresirkulasi
kembali ke dalam kolam.
Aquaponik
terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian akuatik (air) untuk pemeliharaan
hewan air dan bagian hidroponik untuk menumbuhkan tanaman.
Rabu, 17 September 2014
Biorock Technology sebagai Salah Satu Upaya Alternatif Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia,
Indonesia memiliki hamparan terumbu karang dengan kuantitas yang cukup besar
yaitu sekitar 18 % terumbu karang dunia yang terdapat di sepanjang garis
pantai Indonesia. Sepanjang 95.181 km garis pantai yang menghampar dari ujung
barat hingga ujung timur menempatkan Negara tercinta kita ini diakui dunia
sebagai pemegang status garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah AS,
Kanada dan Rusia. Namun akibat dekatnya letak ekosistem terumbu karang dengan
garis pantai membuat ekosistem ini mengalami tekanan yang cukup berat dari
masyarakat pesisir setempat. Kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom maupun
racun sianida merupakan contoh perbuatan tak bertanggungjawab yang sering
terjadi.
Biogas, Penyelamat Krisis BBM di Pulau-Pulau Kecil
Oleh : Alex Retraubun
Krisis bahan bakar minyak (BBM) paling tidak memicu 3 hal; harga BBM menjadi mahal, terjadi kelangkaan, dan bagi masyarakat akar rumput akan terdorong mencari alternatif lain dengan memakai kayu bakar. Faktor terakhir tentu akan berdampak terhadap kerusakan hutan luar biasa karena penduduk kelompok ini jumlahnya besar.
Krisis bahan bakar minyak (BBM) paling tidak memicu 3 hal; harga BBM menjadi mahal, terjadi kelangkaan, dan bagi masyarakat akar rumput akan terdorong mencari alternatif lain dengan memakai kayu bakar. Faktor terakhir tentu akan berdampak terhadap kerusakan hutan luar biasa karena penduduk kelompok ini jumlahnya besar.
Dampak
besar akan dialami masyarakat di pulau-pulau kecil yang bertebaran di
seantero wilayah NKRI. Kenapa? Masyarakat ini tinggal di wilayah yang
terisolir dari pusat pertumbuhan ekonomi seperti ibu kota kecamatan,
kabupaten/kota sampai provinsi sehingga spekulasi harga minyak terjadi
tanpa pengawasan.
Apalagi
di wilayah ini tidak ada sama sekali unit-unit pelayanan BBM resmi.
Sehingga harga minyak bisa lebih mahal 4 sampai 5 kali harga resmi
pemerintah. Di Kecamatan Nanusa (wilayah perbatasan) Sulawesi Utara,
sekarang harga minyak tanah mencapai Rp 9.000 per liter.
Gejolak
instabilitas harga BBM tidak menentu tergantung situasi ekonomi dunia.
Oleh karena itu harus diantisipasi melalui kebijakan jangka panjang
sebagai upaya preventif. Tujuannya, mengurangi beban pemerintah dan masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya energi di pulau.
Inovasi Teknologi Kolam Budidaya Lele
Inovasi Teknologi Kolam Budidaya Lele
Inovasi Teknologi dalam budidaya lele terus
mengalami perkembangan, terlebih beberapa tahun belakangan ini, dari
setiap sisi perubahan pada teknologi budidaya lele diharapakan mampu
meningkatkan produksi dengan cara yang lebih evisien namun tetap evektif, sehingga para pelaku usaha ternak dan budidaya lele lebih bisa dimudahkan lagi untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Dari sekian banyak inovasi teknologi
budidaya lele, yang paling menarik adalah tata cara pembuatan kolam,
teknologi pembuatan kolam dalam budidaya lele terus mengalami perubahan,
yang paling terkenal dan sering dibicarakan belakangan ini adalah
teknologi kolam terpal. Selain lebih murah dari sisi ekonomi, perawatan
kolam terpal juga relatif lebih mudah dan tetap bisa diandalkan karena
dapat menekan angka kerugian benih atau bibit lele,
jika dibandingkan dengan kolam lele dari tanah, resiko kerugian para
pengusaha budidaya lele akan lebih besar, karena pada kolam tanah banyak
terdapat hama dan terkadang terjadi kebocoran yang sulit untuk
dideteksi.
Langganan:
Postingan (Atom)